Sabtu, 03 April 2010

Project Antropologi (Kasada Tribes) ./

Yadnya Kasada Ritual Keagamaan Suku Tengger

Ritual pelaksanaan Yadnya Kasada yang sudah menjadi tradisi

Masyarakat suku Tengger di seputar Gunung Bromo saat ini sedang mempersiapkan perayaan Yadnya Kasada. Demikian pula yang dilakukan masyarakat di beberapa desa di Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo.
Ketua Parisade Hindu Dharma Kabupaten Probolinggo Mudjono menerangkan, rangkaian kegiatan Yadnya Kasada tahun 2008 akan dimulai dengan nanjeb karya gotong royong untuk membersihkan Pura Luhur Poten. Kegiatan gotong royong di laut pasir ini dilakukan hari Jumat (5/9) lalu diikuti masyarakat suku Tengger di Kabupaten Probolinggo dan Pasuruan.

Menurutnya, persiapan lain yang dilakukan oleh masyarakat suku Tengger di Probolinggo, Pasuruan, Malang dan Lumajang adalah memasang penjor, umbul-umbul serta perlengkapan perayaan lainnya. Kegiatan ini direncanakan berlangsung sehari penuh pada Jum’at (12/9) mendatang.
Dua hari sebelum bulan purnama, tepatnya hari Sabtu (13/9) dilakukan tiga ritual sekaligus yaitu, mendhak tirtha (mengambil air suci), sepeninga sembayang bersama dan makemit (menjaga air suci). Air suci diambil dari gua di gunung Widodaren menggunakan sudang (bambu khusus) dan diarak sampai Pura Luhur Poten.
Sehari sebelum purnama, Minggu (14/9) dilakukan Piodalan Pura Luhur Poten dan persiapan Yadnya Kasada. Hari Senin (15/9) akan dilangsungkan resepsi Yadnya Kasada di Pendopo Agung Desa Ngadisari. Kegiatan yang dimulai pukul 19.30 Wib ini biasa menampilan beragam seni tradisional khas masyarakat Tengger. Sedikitnya ada lima tari yang akan ditampilkan, yaitu tari panembromo dari Desa Ngadas, tari Beskalan dari Desa Ngadas, tari anak-anak dari Desa Jetak dan Desa Ngadisari serta sendratari Joko Seger dan Roro Anteng dari pelajar SMPN dan SMAN Sukapura.
Resepsi ini juga mengagendakan pengukuhan sesepuh suku Tengger dari berbagai pihak, baik dari unsur pemerintah, dunia usaha maupun tokoh masyarakat. ”Untuk pengukuhan tahun ini, kami masih menunggu kabar dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Probolinggo” kata Mudjono.
Sedangkan pada Selasa (16/9), mulai pulul 00.00-01.00 Wib ritual Yadnya Kasada dimulai. Masyarakat suku Tengger mulai mempersiapkan pemberangkatan dari pintu gerbang masing-masing. Untuk Kabupaten Probolinggo dusun Cemara Lawang dipilih sebagai titik pemberangkatan sedangkan di Kabupaten Pasuruan dipusatkan di dusun Dingklik.
Direncanakan prosesi memasuki tempat upacara dan persembahyangan bersama di Pura Luhur Poten dimulai pukul 02.00 Wib. Prosesi Yadnya Kasada sendiri akan dimulai sekitar pukul 03.00 Wib. Acaranya, antara lain pembacaan sejarah Kasada, Puja Stuti Dukun, Mulunen/Pengukuhan Dukun baru, Mekakat/penutup dan melayani umat yang akan Nadar di Pura Luhur Poten serta pelaksanaan Korban Suci/Nglabuh di Kawah Bromo.
Sedangkan pada malam harinya, dilaksanakan Pujan Kasada atau pemujaan kepada Sang Hyang Widhi Wasa sebagai tanda terima kasih atas terselenggaranya Yadnya Kasada tahun ini. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Erlin Setiawati mengatakan, Pemerintah Kabupaten Probolinggo telah mempersiapkan lomba untuk menyemarakkan Yadnya Kasada tahun 2008 ini. Diantaranya, lomba kidung, lomba foto, lomba layang-layang, lomba pacuan kuda, dan lomba pagelaran musik 26 jam. ”Semoga lomba-lomba ini bisa mengundang minat masyarakat luar untuk datang dan menyaksikan prosesi Yadnya Kasada,” kata Erlin.(wan)

Masyarakat Tengger dan Kebudayaannya




Selain mempersembahkan hewan ternak, masyarakat Tengger juga terbiasa mempersembahkan hasil bumi

Sejak ditemukannya prasasti Tengger bertahun 851 Saka (929 Masehi), diperkuat dengan Prasasti Penanjakan bertahun 1324 Saka (1402 Masehi), diketahui bahwa sebuah desa bernama Wandalit yang terletak di pegunungan Tengger dihuni oleh Hulun Hyang atau hamba Tuhan yang daerah sekitarnya disebut hila-hila suci.Oleh karena itu kawasan Tengger merupakan tanah perdikan istimewa yang dibebaskan dari pembayaran pajak oleh pusat pemerintahan di Majapahit.

Masyarakat Tengger yang taat beribadah dan menjalankan adapt istiadat, memiliki hubungan historis yang sangat erat dengan Majapahit. Para raja yang bertahta dan pembesar keraton, telah memperlakukan secara khusus masyarakat Tengger yang sejak semula sangat menarik perhatian. Tidak heran jika kemudian terdapat perbedaan cirri-ciri khas antara pemeluk Agama Hindu di Tengger dengan pemeluk Agama Hindu di Bali.

Masyarakat Tengger juga dikenal jujur, patuh, dan rajin bekerja. Mereka hidup sederhana, tenteram, dan damai.Nyaris tanpa adanya keonaran, kekacauan, pertengkaran maupun pencurian. Suka bergotong royong dengan didukung oleh sikap toleransi yang tinggi, disertai sesuatu yang khas, karena senantiasa mengenakan kain sarung kemanapun mereka pergi. Selain itu, masyarakat Tengger masih percaya dengan roh halus, benda-benda gaib, tempat-tempat keramat serta berbagai mitos.

Kelompok-kelompok masyarakat Tengger dikepalai oleh seorang dukun.Dukun sebagai pimpinan Agama sekaligus sebagai Kepala Adat, bertugas dan bertanggung jawab dalam memimpin upacara-upacara adat. Dalam menunaikan tugasnya, dukun dibantu oleh beberapa orang petugas yaitu Wong Sepuh bertugas pada upacara kematian, Legen bertugas pada upacara perkawinan, Dukun Sunat bertugas pada upacara khitanan anak laki-laki, dan Dukun Bayi bertugas pada saat ibu akan melahirkan.

Konon yang merupakan cikal bakal masyarakat Tengger adalah sepasang suami istri yaitu Rara Anteng (Teng) dan Jaka Seger (Ger). Perpaduan dua suku kata itulah kemudian menjadi akronim yang dikenal dengan nama Tengger. Mereka mempunyai 25 orang putra dan putrid yang selanjutnya dikaitkan dengan tempat-tempat keramat di daerah Bromo.

Umumnya pemuda Tengger mencari jodoh atau istri sendiri. Hari perkawinan tidak lepas dari perhitungan weton (hari kelahiran) calon mempelai. Jumlah neptu kelahiran mempelai bila dibagi tiga tidak boleh habis dan yang terbaik bila sisa dua. Dalam lamaran tidak ada barang peningset seperti masyarakat Jawa, sebab hal itu merupakan pinjaman atau hutang. Biasanya keluarga laki-laki hanya membawa beras dan bahan-bahan mentah lainnya ke rumah calon besan sebelum hari perkawinan.

Hampir setiap tahun masyarakat Tengger menyelenggarakan Upacara sesuai dengan sifat dan kepentingannya, sebagai bukti kepatuhan menjalankan adat dan tradisi.Upacara atau perayaan disebut juga Wilujengan itu antara lain Wilujengan Karo dilaksanakan tanggal 7 bulan kedua, Wilujengan Kapat dilaksanakan pada tanggal 4 bulan keempat, Wilujengan Kapit dilaksanakan pada tanggal 1 bulan ketujuh, Wilujengan Kawolu dilaksanakan pada tanggal 1 bulan kedelapan, Wilujengan Kasanga dilaksanakan pada bulan kesembilan, dan Wilujengan Kasada dilaksanakan pada tanggal purnama bulan keduabelas bertempat di Poten.

Masyarakat Tengger rajin bekerja sebagai petani.Tidak memandang laki-laki atau wanita, pekerjaan di ladang dikerjakan bersama. Selain itu, masyarakat Tengger asli jarang yang mengembara, karena hasil bumi desanya memberi hasil yang cukup untuk hidup.


Gunung Bromo Potensi Wisata Kabupaten Probolinggo



Panorama keindahan Gunung Bromo yang selalu mengundang minat para wisatawan

Bromo bukan hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia, tetapi sudah menjadi agenda kunjungan wisata bagi masyarakat dunia. Tidak pernah sepi dari kunjungan para turis, bahkan mereka betah berhari-hari tinggal disana.

Gunung Bromo berada dikawasan pelestarian alam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dan merupakan Taman Nasional paling spektakuler dan paling mudah dikunjungi diantara Taman Nasional lainnya yang ada di Indonesia yang terletak antara 1.000 – 3.676 meter diatas permukaan air laut.

Wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terletak pada rangkaian pegunungan berapi yang merupakan salah satu dari rangkaian besar pegunungan yang terbentang sepanjang Pulau Jawa. Dibagian utara pegunungan Tengger terdapat kaldera Tengger yang sangat indah dan menarik. Garis tengahnya mencapai 8-10 kilometer, sedang dindingnya yang terjal tingginya antara 200–700 meter.

Dasar Kaldera Tengger berupa laut pasir seluas 5.290 ha, terdapat Gunung Bromo (2.392 m), Gunung Batok (2.470 m), Gunung Kursi (3.392 m), Gunung Watangan (2.601 m), dan Gunung Widodaren (2.600 m).Gunung Bromo merupakan gunung yang masih aktif yang pada waktu tertentu mengeluarkan asap.

Seperti pada umumnya Taman Nasional lainnya di Indonesia, pengelolaan Taman Nasional ini dilaksanakan oleh Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang kantornya berada di Malang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Perlindungan Hutan dan Pelestarian alam, Departemen Kehutanan.

Menurut Schmidt and Ferguson type iklim di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tergolong type C dan D.Sedangkan musim penghujan berlangsung pada bulan Oktober sampai Maret. Suhu rata-rata berkisar antara 7-18 derajat celcius. Type vegetasi hutan TNBTS adalah type Hutan Hujan Pegunungan yang terdiri dari Hutan Tinggi, Hutan Alfin, Hutan Cemara, Padang Rumput dan vegetasi Kaldera.Tumbuhan yang banyak dijumpai adalah Cemara, Akasia, Mentigi, Adas, Senduro atau bagi masyarakat Tengger disebut bunga Tanalayu dan juga disebut bunga Edelwise, dan berbagai jenis anggrek alam.Fauna yang sering dijumpai adalah Rusa, Kijang, Budeng, Burung Pita, Rangkok, Bido, dan Belibis.

Pintu gerbang utama menuju ke Laut Pasir dan Gunung Bromo melalui Cemorolawang.Kawasan ini merupakan daerah wisata yang paling ramai terutama pada hari libur.Beberapa aktivitas dapat dilakukan di daerah ini antara lain berkemah, menikmati pemandangan alam, berkuda menuju Lautan Pasir atau berjalan kaki.Untuk mencapai puncak Gunung Bromo dapat menaiki tangga yang telah disediakan. Kawah Gunung Bromo merupakan kawah yang menganga lebar dengan kepulan asap yang keluar dari dasar kawah.

Pemandangan matahari terbit di Gunung Bromo sangat indah dan menjadi daya tarik tersendiri dan untuk menikmatinya kita dapat berangkat dari Cemorolawang pada jam 04.00 WIB.

Untuk mencapai daerah Cemorolawang digunakan rute: Probolinggo – Tongas/Ketapang – Sukapura – Ngadisari kurang lebih berjarak 42 kilometer dengan menggunakan kendaraan pribadi atau umum sampai Ngadisari.Sedangkan dari Ngadisari – Cemorolawang kurang lebih 3 kilometer dapat berjalan kaki atau memakai kendaraan Jeep.(wan)

Dandim 0820 Resmi Dilantik



Letkol Arh. Budhi Rianto resmi menjabat Komandan Kodim 0820 Probolinggo menggantikan Letkol Inf. Winaryanto Sawabi. Upacara serah terima jabatan (sertijab) dilaksanakan Senin (1/9) lalu di halaman Makodim Probolinggo.

Kepala Staf Korem (Kasrem) 083 Baladika Jaya Letkol Inf. Iwan Haryono bertindak sebagai Inpsektur Upacara, sementara Danramil Dringu Kapten Inf. Matali sebagai Komandan Upacara. Danrem 083/BDJ Malang Kolonel Inf. Tatang Adi Cahyono melalui Kasrem meminta, segenap jajaran agar mampu menjalankan tugas wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan amanah.

Dandim Budhi Rianto juga diminta meningkatkan kemampuan profesional terutama penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan pembinaan kewilayahan. ’Kita harapkan bersama agar kemanunggalan TNI dan rakyat dapat terwujud secara nyata. Supaya lahir pandangan yang sama dalam memajukan pembangunan wilayah secara aman dan kondusif,” harap Kasrem.

Sertijab yang digelar mulai pukul 16.00 itu dihadiri oleh Muspida Kabupaten dan Kota Probolinggo. Diantaranya Wakil Bupati Probolinggo Salim Qurays, WaliKota Probolinggo Buchori, Muspika, dan Dandim jajaran Korem Malang beserta anggota Persit Kartika Candra Kirana, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan LSM.

Penghargaan Kinerja Legislasi DPRD Kabupaten Probolinggo

Cetak

E-mail


Ketua DPRD Timbul Prihanjoko saat menerima penghargaan LGSP EJROGC on 2008 dari Consul General USA Mrs. Caryn Mc. Cleland

Peluang kinerja yang terbuka lebar dalam menjalankan fungsi legislasi telah dimanfaatkan dengan baik oleh DPRD Kabupaten Probolinggo. Dua tahun berturut-turut, DPRD setempat istiqomah menunjukkan prakarsanya dengan mengajukan rancangan peraturan daerah (raperda) untuk dibahas bersama ekskutif dan komponen masyarakat lainnya.

Tahun 2007 lalu, empat Komisi DPRD, Komisi A, B, C dan D telah mengawali kinerja legislasinya dengan mengajukan empat buah raperda. “Alhamdulillah, diantara empat raperda prakarsa DPRD tersebut dua diantaranya dapat dibahas lebih lanjut bersama Pemerintah Daerah dan disetujui menjadi Peraturan Daerah” ujar Ketua DPRD Timbul Prihanjoko usai penandatanganan naskah perda tahun lalu


Dua Perda dimaksud pertama, tentang Tunjangan Perangkat Desa dan kedua, tentang Tempat Pelelangan Ikan. Tahun 2008 ini, DPRD kembali menunjukkan kinerja legislasinya dengan mengajukan empat buah raperda prakarsa DPRD dan pada Selasa (2/9) lalu dua raperda diantaranya telah usai dibahas bersama Pemerintah Daerah dan disetujui menjadi Peraturan Daerah. Dua Perda dimaksud pertama, tentang Pajak Parkir dan kedua, Transparansi dan Partisipasi Perencanaan Pembangunan Kabupaten Probolinggo. Sementara itu, dari catatan Bromo Info raperda usulan ekskutif yang dibahas bersama DPRD dan ditetapkan menjadi Peraturan Daerah mulai Januari – Agustus 2008 sebanyak 11 Perda.

Diluar dugaan, kinerja legislasi DPRD Kabupaten Probolinggo ini mendapatkan apresiasi dari Logal Governance Support Program (LGSP – USAID) yang selama ini dikenal memiliki komitmen dalam memberikan support program dalam penerapan good governance. Melalui event LGSP East Java Regional Officer Good Governance Cicati on 2008 di Ballroom Hotel Sheraton Surabaya (25/8) lalu, LGSP menganugerahkan enam penghargaan kepada Kabupaten Probolinggo.

Ketua DPRD Timbul Prihanjoko, atas nama lembaga menerima penghargaan untuk kategori penggunaan inisiatif DPRD dalam pembentukan kebijakan publik. Lima penghargaan lainnya, dua diantaranya diterima Bupati Probolinggo Drs. H. Hasan Aminuddin, M.Si, berupa penghargaan untuk kategori perencanaan dan penganggaran daerah yang partisipatif dan penghargaan untuk kategori pengembangan ekonomi lokal. Penghargaan untuk kategori transparansi publik dan daya tanggap terhadap kebutuhan masyarakat diterimakan kepada Kepala Bappeda Tanto Walono. Kepala Bagian Kominfo Tutug Edi Utomo juga memperoleh penghargaan untuk kategori peran media lokal dalam mendukung pembangunan daerah atas kinerjanya dalam menyampaikan informasi pembangunan daerah kepada masyarakat melalui tabloid Bromo Info, radio Bromo Fm dan websitewww.probolinggokab.go.id serta media massa yang beredar di Kabupaten Probolinggo. Gus Dudung dan Singo Maruto dari Civil Society Organisation (CSO) juga memperoleh penghargaan untuk kategori partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.

Dina Limanto LGSP East Java Regional Officer mengatakan, salah satu tujuan pemberian penghargaan ini agar para pemangku kepentingan di Kabupaten Probolinggo secara berjenjang, bertingkat dan berlanjut memperjuangkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

Beberapa poin penting dari Perda Transparansi dan Partisipasi Perencanaan Pembangunan diantaranya, Pemerintah Daerah dalam melaksanakan perencanaan pembangunan harus berdasarkan asas transparansi dan asas partisisipasi. Tujuan transparansi dalam perencanaan pembangunan diantaranya membuka akses masyarakat terhadap informasi publik. Tujuan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan adalah meningkatkan kesadaran,
peran dan tanggung jawab masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan. Disamping itu juga meningkatkan daya tanggap Pemerintah Daerah terhadap keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.

Sementara poin penting dari Perda Pajak Parkir secara garis besar dibuat dalam rangka pembinaan, pengawasan, pengendalian dan penertiban serta memberikan perlindungan dan kepastian hukum serta peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Probolinggo

[hindu] Orang Tengger Sambut Yadnya Kasada

Masyarakat suku Tengger di Gunung Bromo Jawa Timur, "gugur

gunung" (bersama-sama) kerja bhakti membersihkan jalan untuk menyambut upacara

"Yadnya Kasada".

Wartono, Kepala Desa Wonokitri terpilih yang ditemui, Selasa (9/9), mengatakan,

mayarakat suku Tengger di Gunung Bromo akan melaksanakan Yadnya Kasada 15

September mendatang.

Sebagai persiapan prosesi ritual tersebut masyarakat suku Tengger di Desa

Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan melaksanakan kerja bhakti

secara gugur gunung (bersama-sama) membersihkan jalan desa.

Jalan desa yang dibersihkan meliputi jalan-jalan yang akan dilewati prosesi

Yadnya Kasada, yakni mulai dari Desa Wonokitri hingga puncak Gunung Bromo

sepanjang 14 km. Kerja bhati yang melibatkan ratusan warga telah berlangsung

dua hari sejak kemarin, dan diperkirakan akan selesai Rabu (10/9). Kerja bhakti

yang dilakukan rutin setiap menjelang upacara Yanya Kasada dikerjakan dengan

tulus tanpa pakasaan.

Wartono menjelaskan, puncak upacara Yadnya Kasada akan dilaksanakan di puncak

Gunung Bromo tanggal 16 September pukul 00.00 WIB. Namun untuk melaksanakan

upacara Yadnya Kasada, masyarakat suku Tengger akan melaksanakan sejumlah

upacara terlebih dulu.

Di antaranaya, upacara "mepek" yang akan dilaksanakan pada tanggal 14 September

malam. Upacara "mepek" merupakan upacara minta izin (pamitan) kepada yang

Mahakuasa Hyang Widi Wasa.

Selanjutnya, tanggal 15 September siang warga suku Tengger akan melaksanakan

upacara Tayuban di Pakis Bincil di bibir kaldera Gunung Bromo. Dilanjutkan,

puncaknya Yadnya Kasada, 15 September pukul 24.00 atau tanggal 16 pukul 00.00

WIB.

Saat itu seluruah warga suku Tengger di kawasan Gunung Bromo yang meliputi

wilayah Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan

Kabupaten Lumajang melaksanakan larung sejaji ke kawah Gunung Bromo.

Kepala Dinas Pariwiasata dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan, Suwarno yang

meninjau persiapan ke Gunung Bromo mengatakan, upacara Yadnya Kasada di Gunung

Bromo, secara nasional termasuk salah satu prioritas obyek wisata Jawa Timur

yang dikemas untuk menyambut "Visit Indonesia Year 2008".

Namun Suwarno mengakui, puncak upacara Yadnya Kasada yang bertepatan dengan

bulan Ramadan kurang menguntungkan untuk kegiatan wisata.

Ia memperkirakan, upacara Yadnya Kasada tahun ini kurang menyedot minat

wisatawan untuk berkunjung, sehingga Dinas Pariwisata Kabupaten Pasuruan kini

juga melakukan persiapan penyambutan pengunjung secara sederhana, bahkan

sejumlah acara pendukung yang telah disiapkan sebelumnya juga ditunda

pelaksanaannya.

Menjelang puncak upacara Yadnya Kasada di pendapa Agung Wonokitri akan digelar

pentas seni tradisional suku Tengger. Namun pawai mobil "hardtop" yang biasa

digunakan untuk mengantar wisatawan akan digelar usai bulan Ramadan nanti.

Masyarakat Tengger Mulai 'Gugur Gunung' Sambut 'Kasada'

Masyarakat suku Tengger di Gunung Bromo Jawa Timur, "gugur gunung" (bersama-sama) kerja bhakti membersihkan jalan untuk menyambut upacara Yadnya Kasada.

Wartono, Kepala Desa Wonokitri terpilih yang ditemui, Selasa (9/9), mengatakan, masyarakat suku Tengger di Gunung Bromo akan melaksanakan Yadnya Kasada 15 September mendatang.

Sebagai persiapan prosesi ritual tersebut masyarakat suku Tengger di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan melaksanakan kerja bhakti secara gugur gunung (bersama-sama) membersihkan jalan desa.

Jalan desa yang dibersihkan meliputi jalan-jalan yang akan dilewati prosesi Yadnya Kasada, yakni mulai dari Desa Wonokitri hingga puncak Gunung Bromo sepanjang 14 km.

Kerja bhati yang melibatkan ratusan warga telah berlangsung dua hari sejak kemarin, dan diperkirakan akan selesai Rabu (10/9). Kerja bhakti yang dilakukan rutin setiap menjelang upacara Yanya Kasada dikerjakan dengan tulus tanpa paksaan.

Wartono menjelaskan, puncak upacara Yadnya Kasada akan dilaksanakan di puncak Gunung Bromo tanggal 16 September pukul 00.00 WIB. Namun untuk melaksanakan upacara Yadnya Kasada, masyarakat suku Tengger akan melaksanakan sejumlah upacara terlebih dulu.

Di antaranaya, upacara mepek yang akan dilaksanakan pada tanggal 14 September malam. Upacara mepek merupakan upacara minta izin (pamitan) kepada yang Mahakuasa Hyang Widi Wasa.

Selanjutnya, tanggal 15 September siang warga suku Tengger akan melaksanakan upacara Tayuban di Pakis Bincil di bibir kaldera Gunung Bromo. Dilanjutkan, puncaknya Yadnya Kasada, 15 September pukul 24.00 atau tanggal 16 pukul 00.00 WIB.

Saat itu seluruh warga suku Tengger di kawasan Gunung Bromo yang meliputi wilayah Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Lumajang melaksanakan larung sesaji ke kawah Gunung Bromo.

Kepala Dinas Pariwiasata dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan, Suwarno yang meninjau persiapan ke Gunung Bromo mengatakan, upacara Yadnya Kasada di Gunung Bromo, secara nasional termasuk salah satu prioritas obyek wisata Jawa Timur yang dikemas untuk menyambut Visit Indonesia Year 2008.

Namun Suwarno mengakui, puncak upacara Yadnya Kasada yang bertepatan dengan bulan Ramadan kurang menguntungkan untuk kegiatan wisata.

Ia memperkirakan, upacara Yadnya Kasada tahun ini kurang menyedot minat wisatawan untuk berkunjung, sehingga Dinas Pariwisata Kabupaten Pasuruan kini juga melakukan persiapan penyambutan pengunjung secara sederhana, bahkan sejumlah acara pendukung yang telah disiapkan sebelumnya juga ditunda pelaksanaannya.

Menjelang puncak upacara Yadnya Kasada di pendapa Agung Wonokitri akan digelar pentas seni tradisional suku Tengger. Namun pawai mobil Hardtop yang biasa digunakan untuk mengantar wisatawan akan digelar usai bulan Ramadan nanti.

Suku Tengger Laksanakan Mendak Tirta


Masyarakat suku Tengger di Kawasan Gunung Bromo Jawa Timur, Sabtu (13/9) melaksanakan mendak tirta (mengambil air suci -red) sebagai awal prosesi upacara Yadnya Kasada yang bakal dilaksanakan 15 September.

Masyarakat suku Tengger yang ada di Wilayah Kabupaten Pasuruan melaksanakan upacara mendak tirta di sumber air Gunung Widodaren yang masih berada dalam kawasan Gunung Bromo.

Masyarakat suku Tengger di wilayah Kabupaten Probolinggo melaksanakan mendak tirta di sumber air terjun Madakaripura Sukapura.

Sedangkan masyarakat suku Tengger di wilayah Lumajang melaksanakan mendak tirta di sumber di Kawasan Pura Senduro Lumajang.

Air suci yang diambil dari berbagai tempat itu kemudian dibawa ke Pura Luhur Poten di Gunung Bromo untuk digunakan sebagai kelengkapan upacara Yadnya Kasada pada 15 September.

Upacara mendak tirta di sumber Gunung Widodaren Pasuruan dipimpin Mangku Prawoto. Air suci yang diambil dari sumber Widodaren kemudian dikirab menuju Pura Luhur Poten di Gunung Bromo disandingkan dengan air suci yang diambil dari tempat lain.

Kepala Desa Wonokitri Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan, Wartono, pada hari Minggu (14/9) di Pura Luhur Poten Gunung Bromo akan digelar upacara Piodalan.

Wartono menjelaskan, upacara Piodalan sebenarnya bukan merupakan rangkaian prosesi upacara Yadnya Kasada, tapi upacara ulang tahun Pura.

Upacara digelar sebagai perwujudan rasa syukur umat Hindu kepada yang Mahakuasa.

Sedangkan prosesi Yadnya Kasada yang dilaksanakan setelah mendak tirta dilanjutkan dengan upacara sameninga yang dilaksanakan pada Senin (15/9).

Upacara sameninga merupakan upacara ritual komunikasi antara umat dengan Tuhan yang menguasai jagat raya. Upacara dilaksanakan di Balai Desa masing-masing hingga sore harinya dilanjutkan upacara Mepek yakni upacara untuk melengkapi segala sesaji untuk keperluan upacara Yadnya Kasada.

Ia menyebutkan kelengkapan sesaji Yadnya Kasada terdiri atas Rakatawang dan Rakagenep. Sesaji yang telah lengkap tersebut kemudian dibawa ke Pura Luhur Poten untuk digunakan sebagai kelengkapan upacara Yadnya Kasada pada hari Senin pukul 24.00 WIB.

Dalam prosesi upacara Yadnya Kasada di tengah malam tersebut dilakukan persembahyangan yang merupakan komunikasi antara umat dengan Tuhannya.

Pada Selasa (16/9) pukul 00.00 WIB diteruskan dengan melarung sesaji ke kawah Gunung Bromo. Sesaji yang dilarung berupa hasil pertanian dan lain-lain yang merupakan hasil pokok masyarakat Suku Tengger yang sebagian besar petani sayur.

Larung sesaji yang merupakan bentuk perwujudan atas rasa syukur umat terhadap sang Hyang Widi Wasa. Sesaji yang dilarung pada peringatan Kasada merupakan perwujudan rasa syukur yang diajarkan Roro Anteng dan Joko Seger yang merupakan cikal bakal suku Tengger di Gunung Bromo.

Jika Roro Anteng dan Joko Seger saat itu harus mengorbankan salah satu anak bungsunya Kusuma, kini suku Tengger melaksanakan korban dengan mengganti berupa hasil sayur mayur yang dihasilkan dari ladang-ladang mereka.

PROBOLINGGO--MI:Upacara Yadnya Kasada bagi masyarakat suku Tengger di kawasan Gunung Bromo, Jawa Timur (Jatim), berlangsung aman tanpa khawatir terjadi peningkatan aktivitas gunung. Bahkan, kasada tahun ini lebih lengkap dengan adanya seorang calon dukun baru.

Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Probolinggo, Jatim, Tutug Edi kepada
Media Indonesia, Minggu (14/9), mengatakan menjadi seorang dukun harus memenuhi beberapa syarat yakni lulus tes tulis sejarah suku Tengger, lulus membaca doa dan puji-pujian.

"Seorang calon dukun baru ini sudah lulus tes tulis. Selanjutnya tinggal menjalani tes membaca doa dan puji-pujian," tegasnya.


Pada perayaan Kasada 2007 tidak ada pengukuhan dukun baru, sebab dukunnya masih lengkap yakni sebanyak 44 dukun tersebar di 41 desa yang ada.


Sebagian besar dukun itu umurnya relatif muda antara 25-40 tahun. Sedangkan yang berumur tua hanya 6 orang antara 50-70 tahun. Digelarnya prosesi pengukuhan dukun ini, dimungkinkan salah satu dukun telah meninggal, sehingga perlu diganti dengan dukun yang baru.


Kepala Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Supoyo mengatakan prosesi yang dilakukan warga Tengger pukul 10.00-15.00 WIB memasuki upacara Odolan Pura atau memperingati hari ulang tahun berdirinya pura. Upacara ini digelar setelah pengambilan air suci di Gunung Widodaren sebagai upacara pembuka Yadnya Kasada.


Upacara Kasada ini sebagai wujud rasa syukur masyarakat Tengger kepada Tuhan. Warga berharap prosesi Kasada bisa dilakukan dengan lancar dan aman. "Saat ini kami sedang gotong royong membersihkan Pura Luhur Ponten," tegasnya.


Rangkaian acara Kasada selanjutnya pukul 19.00-20.00 WIB menggelar pengukuhan sesepuh dan dukun baru suku Tengger.


Tes bagi dukun baru ini mendengarkan pembacaan doa dihadapan sesepuh dan dukun lainnya. Bila pembacaan doa calon dukun lancar, maka secara aklamasi dinyatakan lulus, untuk selanjutnya dikukuhkan. Pada Selasa dini hari, ritual dilanjutkan dengan larung sesaji (ngelabuh) di kawah Gunung Bromo.


Warga Suku Tengger dan wisatawan di Gunung Bromo pada perayaan Kasada ini bisa lebih tenang, tidak seperti perayaan tahun 2006 yang terganggu peningkatan aktivitas gunung. (BN/OL-02)

Yadnya Kasada Ritual Keagamaan Suku Tengger

Ritual pelaksanaan Yadnya Kasada yang sudah menjadi tradisiMasyarakat suku Tengger di seputar Gunung Bromo saat

ini sedang mempersiapkan perayaan Yadnya Kasada. Demikian pula yang dilakukan masyarakat di beberapa desa di

Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo.

Ketua Parisade Hindu Dharma Kabupaten Probolinggo Mudjono menerangkan, rangkaian kegiatan Yadnya Kasada

tahun 2008 akan dimulai dengan nanjeb karya gotong royong untuk membersihkan Pura Luhur Poten. Kegiatan gotong

royong di laut pasir ini dilakukan hari Jumat (5/9) lalu diikuti masyarakat suku Tengger di Kabupaten Probolinggo dan

Pasuruan.

Menurutnya, persiapan lain yang dilakukan oleh masyarakat suku Tengger di Probolinggo, Pasuruan, Malang dan

Lumajang adalah memasang penjor, umbul-umbul serta perlengkapan perayaan lainnya. Kegiatan ini direncanakan

berlangsung sehari penuh pada Jum’at (12/9) mendatang.

Dua hari sebelum bulan purnama, tepatnya hari Sabtu (13/9) dilakukan tiga ritual sekaligus yaitu, mendhak tirtha

(mengambil air suci), sepeninga sembayang bersama dan makemit (menjaga air suci). Air suci diambil dari gua di

gunung Widodaren menggunakan sudang (bambu khusus) dan diarak sampai Pura Luhur Poten.

Sehari sebelum purnama, Minggu (14/9) dilakukan Piodalan Pura Luhur Poten dan persiapan Yadnya Kasada. Hari

Senin (15/9) akan dilangsungkan resepsi Yadnya Kasada di Pendopo Agung Desa Ngadisari. Kegiatan yang dimulai

pukul 19.30 Wib ini biasa menampilan beragam seni tradisional khas masyarakat Tengger. Sedikitnya ada lima tari yang

akan ditampilkan, yaitu tari panembromo dari Desa Ngadas, tari Beskalan dari Desa Ngadas, tari anak-anak dari Desa

Jetak dan Desa Ngadisari serta sendratari Joko Seger dan Roro Anteng dari pelajar SMPN dan SMAN Sukapura.

Resepsi ini juga mengagendakan pengukuhan sesepuh suku Tengger dari berbagai pihak, baik dari unsur pemerintah,

dunia usaha maupun tokoh masyarakat. ”Untuk pengukuhan tahun ini, kami masih menunggu kabar dari Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Probolinggo” kata Mudjono.

Sedangkan pada Selasa (16/9), mulai pulul 00.00-01.00 Wib ritual Yadnya Kasada dimulai. Masyarakat suku Tengger

mulai mempersiapkan pemberangkatan dari pintu gerbang masing-masing. Untuk Kabupaten Probolinggo dusun

Cemara Lawang dipilih sebagai titik pemberangkatan sedangkan di Kabupaten Pasuruan dipusatkan di dusun Dingklik.

Direncanakan prosesi memasuki tempat upacara dan persembahyangan bersama di Pura Luhur Poten dimulai pukul

02.00 Wib. Prosesi Yadnya Kasada sendiri akan dimulai sekitar pukul 03.00 Wib. Acaranya, antara lain pembacaan

sejarah Kasada, Puja Stuti Dukun, Mulunen/Pengukuhan Dukun baru, Mekakat/penutup dan melayani umat yang akan

Nadar di Pura Luhur Poten serta pelaksanaan Korban Suci/Nglabuh di Kawah Bromo.

Sedangkan pada malam harinya, dilaksanakan Pujan Kasada atau pemujaan kepada Sang Hyang Widhi Wasa sebagai

tanda terima kasih atas terselenggaranya Yadnya Kasada tahun ini. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Erlin

Setiawati mengatakan, Pemerintah Kabupaten Probolinggo telah mempersiapkan lomba untuk menyemarakkan Yadnya

Kasada tahun 2008 ini. Diantaranya, lomba kidung, lomba foto, lomba layang-layang, lomba pacuan kuda, dan lomba

pagelaran musik 26 jam. ”Semoga lomba-lomba ini bisa mengundang minat masyarakat luar untuk datang dan

menyaksikan prosesi Yadnya Kasada,” kata Erlin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar